Skip to main content

Ketika Jalanan Jadi Terminal: Warga Rejoso Terkepung Truk Tebu Menuju PG RMI

Ketika Jalanan Jadi Terminal: Warga Rejoso Terkepung Truk Tebu Menuju PG RMI

TEROPONGPUBLIK.CO.ID — Jalan utama di kawasan Rejoso, Kabupaten Blitar, kembali berubah fungsi. Bukan sekadar jalur penghubung antardesa atau akses vital warga, melainkan menjadi tempat antre truk-truk besar pengangkut tebu yang hendak masuk ke Pabrik Gula Rejoso Manis Indonesia (RMI). Fenomena ini bukan kali pertama terjadi, dan bagi warga, ini adalah potret klasik minimnya manajemen logistik industri yang berimbas langsung pada kehidupan masyarakat.

Sejak Kamis pagi (26/06/2025), antrean truk mulai terbentuk. Ratusan kendaraan besar berdiri diam berjejer dari arah utara hingga lebih dari satu kilometer, dan sekitar 500 meter ke arah selatan. Bukan pemandangan baru, tapi tetap saja menyita perhatian—dan kesabaran.

Lalu lintas lumpuh total. Pengendara roda dua terpaksa menempuh jalur sempit di antara deretan truk. Anak-anak sekolah terlambat. Pekerja tak bisa melewati jalan tepat waktu. Dan para pemilik usaha kecil di pinggir jalan kembali mengeluh, omzet mereka turun drastis tiap kali musim giling tebu datang.

“Ini jalan milik umum, tapi setiap tahun berubah jadi tempat parkir truk. Kami selalu jadi korban,” keluh Sugiarto (45), warga yang sudah lebih dari satu dekade membuka warung makan di sisi jalan utama. Baginya, antrean truk bukan hanya soal macet, tapi soal keadilan: siapa yang berhak atas ruang publik?

Keluhan senada disampaikan Tatik, pemilik toko kelontong yang juga terdampak. Menurutnya, kondisi ini membuat pembeli enggan mampir, dan dalam seminggu terakhir, pendapatan tokonya turun hampir 40 persen.

Warga menilai akar persoalan ini terletak pada absennya area parkir atau penampungan khusus bagi truk-truk tebu yang menunggu giliran masuk pabrik. Pihak manajemen PG RMI, yang menjadi ujung dari antrean panjang ini, dinilai lalai dalam menyiapkan infrastruktur pendukung selama masa giling.

Saat dimintai konfirmasi oleh media, manajemen PT RMI melalui bagian Public & Government Relation, Putut Hindaruji, belum memberikan tanggapan. Panggilan dan pesan yang dikirimkan hingga Kamis sore tidak direspons.

Sementara itu, aparat dari Polsek Binangun turun ke lokasi untuk mengatur lalu lintas dan mengurai kepadatan, namun tindakan ini hanya bersifat sementara.

Warga berharap ada intervensi dari pemerintah daerah dan dinas terkait. Mereka menuntut agar jalur utama Rejoso dibebaskan dari antrean truk, dan pabrik diwajibkan membangun fasilitas antrean mandiri yang tidak mengganggu ruang publik.

“Kami butuh perlindungan. Jalan ini harus steril dari parkir liar. Jangan tunggu sampai ada kecelakaan atau kerusuhan warga baru bertindak,” tegas Sugiarto.

Fenomena ini menunjukkan bahwa di balik geliat industri gula yang terus bertumbuh, ada ironi dalam pengelolaan dampaknya terhadap masyarakat lokal. Rejoso, yang seharusnya menjadi kawasan produktif dan nyaman, justru berubah menjadi simpul kemacetan yang menyandera warganya sendiri.
Pewarta: Agus Faisal 
Editing : Adi Saputra