TEROPONGPUBLIK.CO.ID – Proses seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Bengkulu menuai sorotan tajam dari sejumlah peserta. Mereka menilai tahapan seleksi yang dilakukan oleh tim seleksi (timsel) tidak transparan dan berpotensi melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu peserta seleksi, Muhammad Iqbal, menyampaikan keberatannya terhadap proses seleksi yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Menurutnya, undang-undang tersebut mengamanatkan agar tim seleksi melaksanakan uji kompetensi secara terbuka dan mengumumkan hasilnya kepada publik.
“Namun faktanya, pengumuman hasil seleksi tidak dilakukan secara terbuka. Ini jelas bertentangan dengan undang-undang penyiaran. Selain itu, timsel juga melanggar prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008,” tegas Iqbal di Bengkulu, Rabu (23/10/2025).
Iqbal menilai proses seleksi yang tertutup menunjukkan adanya pelanggaran terhadap asas transparansi dan akuntabilitas publik. Ia menyebutkan, hingga saat ini peserta tidak pernah mendapatkan rekap nilai hasil psikotes, wawancara, maupun tahapan seleksi lainnya yang telah dilaksanakan.
“Kami menyayangkan tindakan ini. Karena jelas melanggar hukum dan mencederai prinsip keadilan dalam seleksi lembaga publik. Kami sedang menyiapkan langkah hukum sebagai bentuk upaya menegakkan kebenaran,” ujar Iqbal.
Lebih lanjut, Iqbal mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran lain dalam proses seleksi. Berdasarkan data yang ia peroleh dari salah satu media nasional, terdapat calon peserta yang diduga pernah terjerat kasus hukum. “Data ini kami ambil dari Liputan6, dan akan kami jadikan bahan untuk pelaporan lebih lanjut,” tambahnya.
Ia menegaskan pihaknya akan menyampaikan keberatan resmi kepada DPRD Provinsi Bengkulu selaku pihak yang memiliki kewenangan dalam tahap akhir seleksi KPID. Jika tanggapan dewan tidak memadai, pihaknya berencana melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Ombudsman, PTUN, bahkan ke Polda Bengkulu sebagai langkah hukum lanjutan.
Sementara itu, peserta lainnya, Yanuar Rikardo, juga menyampaikan kritik serupa. Ia menyoroti adanya peserta yang lolos ke tahap 21 besar, namun diduga masih tercatat sebagai anggota partai politik.
“Dari data yang kami miliki, ada dua kandidat yang masih terdaftar di sistem partai politik. Salah satunya diketahui merupakan kader PKB. Padahal dalam aturan seleksi, setiap calon wajib menandatangani surat pernyataan tidak menjadi anggota partai politik,” ungkap Yanuar.
Ia menilai, kondisi tersebut memperlihatkan ketidakobjektifan tim seleksi dalam menilai kelayakan peserta. “Kalau memang seleksi ini objektif dan transparan, seharusnya data seperti itu diverifikasi dengan benar. Ini saja sudah tidak sesuai aturan, apalagi nanti kalau mereka sudah duduk di kursi KPID,” ujarnya.
Yanuar juga mencontohkan praktik seleksi terbuka di provinsi lain, seperti Kalimantan Timur, di mana seluruh hasil penilaian peserta—termasuk skor akhir—dipublikasikan secara terbuka. “Di sana hasilnya diumumkan secara rinci dan bisa diakses publik. Sementara di Bengkulu, nilai peserta sama sekali tidak diketahui,” katanya.
Kedua peserta berharap DPRD Bengkulu segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan serius. “Kami tidak berbicara hoaks, ini semua berdasarkan data dan fakta. Kami hanya ingin seleksi KPID Bengkulu berjalan sesuai aturan dan menjunjung tinggi integritas,” tutup Iqbal.
Pewarta: Amg
Editing: Adi Saputra