Skip to main content

Gubernur Bengkulu Duduk Bersama Petani, Sepakati Pembentukan Tim Penyelesaian Konflik Agraria

Gubernur Bengkulu Duduk Bersama Petani, Sepakati Pembentukan Tim Penyelesaian Konflik Agraria

TEROPONGPUBLIK.CO.ID <<<>>>  Suasana berbeda tampak di Teras Kantor Gubernur Bengkulu pada Rabu (24/9). Dalam momentum peringatan Hari Tani Nasional 2025, Gubernur Bengkulu Helmi Hasan memilih duduk lesehan bersama massa aksi yang terdiri dari petani, mahasiswa, serta organisasi lingkungan. Momen tersebut menjadi ajang dialog terbuka yang penuh keakraban, di mana aspirasi masyarakat diterima langsung oleh orang nomor satu di Provinsi Bengkulu.

Helmi menegaskan komitmennya untuk mendengar dan menindaklanjuti keluhan para petani, khususnya terkait konflik agraria yang masih menjadi persoalan di sejumlah daerah. “Kita sangat merespons dan welcome. Para petani meminta dibentuk tim bersama untuk menuntaskan permasalahan konflik pertanian yang terjadi. Semuanya sudah sepakat dan telah menandatangani,” kata Helmi di hadapan massa.

Menurutnya, dalam waktu dekat akan digelar rapat bersama Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dengan melibatkan petani, organisasi lingkungan, mahasiswa, hingga aparat penegak hukum. Pertemuan tersebut, kata Helmi, dirancang transparan bahkan memungkinkan untuk disiarkan secara langsung melalui media sosial. “Rakyat tidak boleh kehilangan haknya. Petani tidak boleh berhenti bertani karena kehilangan lahannya. Itu prinsip yang selalu ditekankan Presiden Prabowo Subianto. Setelah ini ada waktu 14 hari untuk menindaklanjuti persoalan yang ada,” ujarnya.

Helmi juga menekankan bahwa semua laporan mengenai dugaan pelanggaran oleh perusahaan akan diproses. Aparat penegak hukum, menurutnya, siap menindak setiap indikasi penyalahgunaan kewenangan maupun praktik perampasan tanah. “Jangan ragu, APH kita sudah melakukan berbagai upaya nyata,” tambahnya.

Sementara itu, perwakilan petani, Puji Hendry Julita Sari, menyampaikan aspirasi agar dibentuk tim khusus yang benar-benar berpihak kepada rakyat. Ia bahkan mengusulkan nama “Reforma Agraria Sejati Adil Gender” untuk mencerminkan keberpihakan pada semua kelompok masyarakat, termasuk perempuan. “Kita minta GTRA ke depan tidak gagal seperti waktu lalu. Hentikan perampasan tanah, kriminalisasi, dan intimidasi kepada petani, nelayan, serta masyarakat adat,” tegas Puji.

Puji juga menyoroti konflik agraria yang belum terselesaikan di wilayah Pino Raya dan Bengkulu Utara. Ia mendesak pemerintah melakukan moratorium seluruh izin perusahaan yang merusak lingkungan, mengusut perusahaan ilegal, serta memastikan tanah dikelola untuk kemakmuran rakyat. “Sudah cukup tanah dipinjamkan untuk perusahaan. Saatnya tanah ini kita serahkan kepada petani untuk dikelola,” serunya.

Tuntutan lain yang mengemuka adalah perlunya kebijakan tata kelola agraria yang berpihak pada ketahanan pangan mandiri. Para petani menilai pengelolaan yang adil akan menjadi dasar tercapainya kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga kedaulatan pangan Bengkulu.

Pertemuan tersebut ditutup dengan momen simbolis ketika para petani menyerahkan hasil bumi kepada Gubernur Helmi Hasan. Buah pisang, lengkuas, daun serai, hingga ubi kayu diberikan sebagai tanda bahwa tanah dan pertanian merupakan sumber kehidupan rakyat yang wajib dijaga bersama.

Langkah duduk bersama antara pemerintah dan petani ini diharapkan menjadi awal penyelesaian konflik agraria secara nyata. Bagi masyarakat Bengkulu, komitmen ini membuka harapan baru agar tanah tidak lagi menjadi sumber konflik, melainkan pilar kesejahteraan bersama.

Pewarta : Amg

Editing : Adi Saputra