TEROPONGPUBLIK.CO.ID <<<>>> Konten lokal memiliki peran penting dalam menjaga identitas budaya, memperkuat ekonomi daerah, sekaligus menambah kekayaan khazanah nasional. Konten ini tidak hanya berupa produk atau kerajinan berbasis material lokal, tetapi juga mencakup berita, karya tulis, hingga program budaya yang tumbuh dari masyarakat setempat.
Sebagai bentuk nyata dalam memasyarakatkan literasi berbasis kearifan lokal, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Bengkulu menggelar Bedah Buku Konten Lokal bertema “Sumpah dalam Tradisi Suku Serawai” di Aula DPK, Rabu (24/9). Kegiatan ini dihadiri mahasiswa, komunitas literasi, akademisi, hingga tokoh masyarakat Serawai.
Menurut Kepala DPK Provinsi Bengkulu, Dr. H. Meri Sasdi, M.Pd, kegiatan ini tidak sekadar ajang diskusi, melainkan juga upaya mendorong masyarakat Bengkulu agar lebih dekat dengan literasi yang berpijak pada budaya lokal.
“Melalui seminar ini, kami ingin menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap literasi, khususnya yang berakar pada kearifan lokal. Selain itu, kami mendorong masyarakat untuk berani menulis dan menerbitkan buku sebagai warisan budaya,” ungkap Meri.
Bedah buku ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Prof. Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd, dan Prof. Sarwit Sarwono, dosen Sastra Universitas Bengkulu yang dikenal sebagai peneliti aksara kuno. Keduanya membahas secara mendalam tradisi sumpah dalam masyarakat Serawai yang selama ini menjadi bagian dari identitas budaya daerah.
Tradisi sumpah tersebut diyakini tidak hanya sekadar ritual adat, tetapi juga memiliki nilai moral, sosial, dan spiritual yang memperkuat ikatan masyarakat. Dengan mengkaji ulang tradisi ini, peserta diharapkan dapat melihat bagaimana budaya lokal menyumbangkan nilai bagi kehidupan modern.
Dalam kesempatan itu, Meri Sasdi juga memberikan apresiasi kepada para penulis Bengkulu yang telah menorehkan karya tentang tokoh maupun sejarah lokal. Salah satu tokoh yang selalu menjadi inspirasi adalah Fatmawati Soekarno, penjahit bendera Merah Putih pertama yang dikibarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945.
“Ibu Fatmawati adalah putri asli Bengkulu yang jasanya sangat besar bagi bangsa. Kita patut bangga memiliki tokoh perempuan yang tidak hanya berkarya, tetapi juga mengukir sejarah,” tegas Meri.
Menurutnya, karya literasi tentang tokoh lokal akan memperkaya wawasan generasi muda sekaligus memperkuat rasa bangga terhadap daerah asal.
Lebih jauh, Meri menekankan pentingnya mengembangkan konten lokal agar masyarakat tidak sekadar menjadi penikmat informasi dari luar daerah. Menurutnya, ketika ruang publik digital didominasi oleh konten asing, nilai budaya lokal bisa semakin terpinggirkan.
“Melalui literasi dan konten lokal, kita bisa menjaga keberagaman budaya, memperkuat identitas daerah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis UMKM,” katanya.
Pemanfaatan material lokal dalam berbagai produk, mulai dari kerajinan tangan hingga olahan pertanian, disebutnya mampu meningkatkan daya saing masyarakat. Hal ini sejalan dengan misi pemerintah daerah dalam memberdayakan UMKM dan membuka peluang ekonomi baru.
Bedah buku ini juga menjadi ajang motivasi bagi mahasiswa dari Universitas Bengkulu dan Universitas Dehasen yang hadir sebagai peserta. Meri berpesan agar generasi muda tidak hanya mengonsumsi konten, tetapi juga aktif menciptakan karya tulis, penelitian, bahkan buku yang kelak bisa menjadi warisan berharga.
“Kami berharap mahasiswa berani menulis, meneliti, dan menuangkan ide mereka dalam bentuk karya nyata. Dengan begitu, literasi lokal tidak akan hilang, melainkan terus berkembang seiring zaman,” ujarnya.
Kegiatan yang berlangsung interaktif ini ditutup dengan diskusi bersama peserta. Banyak di antara mereka yang menyampaikan pandangan terkait pentingnya pelestarian budaya daerah melalui literasi. Para tokoh masyarakat Serawai juga menekankan bahwa tradisi sumpah memiliki nilai luhur yang patut dikenalkan kepada generasi muda.
DPK Bengkulu optimistis kegiatan semacam ini dapat memperkuat kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat dalam menjaga warisan budaya. Lebih dari itu, bedah buku ini diharapkan menjadi langkah strategis dalam memperkaya literasi lokal, sekaligus meneguhkan Bengkulu sebagai daerah yang memiliki kekayaan budaya layak dibanggakan.
“Menulis dan melestarikan budaya bukan hanya tugas akademisi, tetapi juga tanggung jawab bersama. Mari jadikan literasi sebagai jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan bangsa,” pungkas Meri.
Pewarta : Amg
Editing : Adi Saputra